Sebuah renungan 1

Friday, November 07, 2008 | Label: | 6 komentar |

Kampus, mahasiswa dan komunitas...

Gejolak perasaan itu sudah lama tersimpan. Keinginan untuk menghidupkan suasana dan kehidupan sebuah universitas yang sesungguhnya sudah lama terpendam Suasana belajar, semangat untuk berbagi, persaingan positif untuk sebuah kemajuan yang dahulu hanya menjadi sebuah mimpi sedikit demi sedikit sudah menampakkan hasilnya. Universitas sebagai sebuah lingkungan intelektual haruslah menampakkan wujud intektualitasnya. Persaingan, seakan sebuah kata yang tabu di kebudayaan kita. Yang seharusnya dikembangkan, diwujudkan dan diarahkan ke wujud yang positif. Dimana kita harus bersaing demi sebuah kemajuan. Karena persaingan di dunia luar sungguhlah luar biasa. Lebih kejam dan lebih liar. Manusia butuh alat untuk bertahan. Inovasi hanyalah salah satu dari sedikit kunci untuk memenangkan sebuah persaingan.

Dan mahasiswa, adalah sebuah kata yang sungguh hebat. MAHA berarti luar biasa. Dan SISWA adalah sesosok yang dipercaya terpelajar. Sesosok terpelajar yang luar biasa hebat haruslah tercermin dari diri seorang mahasiswa. Dari sudut manakah itu tercermin? Salah satunya dari inovasi yang keluar dari dirinya. Lalu, apakah inovasi itu akan muncul begitu saja dari sesosok orang terpelajar? Apakah butuh stimulan? Apakah butuh perangsang? Jawabannya terletak di tempat dia menuntut ilmu. Apakah lingkungan intelektualitasnya sudah mencerminkan sebuah cerminan dari lingkungan intelektualitas orang terpelajar? Satu hal yang terus terngiang di telingaku, mahasiswa adalah minoritas di bumi Nusantara. Ya, kita adalah kelompok minoritas. Tetapi minoritas yang mempunyai tugas mencerahkan kelompok mayoritas. Sedikit. Tapi dari sedikit itu, sebuah tanggung jawab yang besar harus diemban.

Dari yang sedemikian panjang tersebut, lalu adakah hubungannya dengan sebuah tempat yang dinamakan "Universitas" yang terletak dipinggir sebuah kota besar bernama Jakarta. Yang bahkan kata orang, juga berkualitas "pinggiran". Tidak untuk menafikan pendapat "umum" tersebut. Memang harus diakui. Ketika pertama kali menginjakkan di Universitas "pinggiran" tersebut. Sangat terasa suasana "terpinggir". Jauh dari hingar bingar intelektualitas yang bergejolak untuk sebuah tempat yang dinamakan tempat berkumpulnya orang-orang terpelajar yang MAHA HEBAT. Suasana biasa. Orang-orang yang biasa. Apakah ada yang salah? Apakah orang-orang tersebut benar-benar termasuk dalam golongan "biasa"? Tidak tampakkah mutiara disana?

Jawabannya ada. Mutiara itu benar-benar ada disana. Banyak. Tidak hanya segenggam. Tetapi mutiara tersebut terbenam di dalam lumpur. Mutiara yang sedang menikmati suasana nyaman. Mutiara yang terdiam.

Lalu apakah mutiara itu akan muncul dipermukaan? Kapankah? Akankah akhirnya berkilau?